Iklan

Manusia yang Manusiawi

Bismillahirrahmanirrahim...

Alhamdulillahirabbil'alamin

Allahumma shalli 'ala sayyidina muhammad

Asyhadualla illahaillah.. Wa asyhadua'nna Muhammadurrosulullah..



Sangat berbeda yang aku rasakan pada malam hari ini. Puji Tuhan aku masih di beri keselamatan dalam Rahmat Ridho serta Hidayahnya. Sehingga, aku dapat menulis lagi dengan kesungguhan hati berbagi sebuah Nada sederhana tentang kejadian yang baru-baru ini aku hadapi.

Menikmati segala tikungan kehidupan, layaknya kita mendaki di gunung yang terjal yang kadang kita membutuhkan waktu untuk istirahat saat kabut mulai datang. Terbatasnya jarak pandang, membuat kita harus menunda perjalanan sampai ke puncak agar kita menata jalan keselamatan. saat perenungan di kabut yang gelap, jarak pandang yang pendek membuat kita gundah dan pastinya galau tingkat dewa yang terasa. Pesimistis pasti, menangis pasti, marah pasti, kebingungan pasti karena kaki ingin terus melangkah tapi memang alam mengharuskan langkah ini terhenti.

Tak ayal juga sebuah penghayatan lika-liku kehidupan yang terkesan mudah dan pasti. Namun, saat uji mengunci langkah karena dera dalam hati yang bergejolak membuat jarak pandang yang dulu cerah menjadi mendung kehilangan arah. Pelarian seorang pecundang yang marah dan tak dapat berpikir obyektif, membuat diri selalu menyalahkan diri di setiap uji kenaikan pola pikir untuk menjadi manusia yang lebih tinggi dalam perjalanannya menuju puncak yang dapat melihat dari berbagai arah kehidupan.

Sebuah cerita kecil tentang kehidupanku yang penuh dengan sisi gila seseorang yang dianggap buta karena belas kasihan orang melihat mataku yang memang kurang jelas dalam penglihatan. Sudut pandangku dianggap melawan arah karena semua mengikuti perkembangan zaman yang memang sudah terbalik.

Aku Muhammad Arif Tamami terlahir di dunia ini di hari jum'at wage 26 januari 1990. disaat itu Semarang, tempat kelahiranku dilanda banjir bandang. Setelah terlahir di dunia penderitaan orang tuaku demi kelangsungan hidupku di uji dengan kesakitanku yang demam tinggi sampai 9 bulan lamanya. Sampai mengakibatkan syaraf mataku tak berfungsi normal dan menjadikanku cacat bawaan dari lahir.



Sampai disinikah perjalanan kabutku? belum terhenti sampai disitu. Saat aku pertama kali menginjak sekolah formal, tepatnya tahun 1995 samapai tahun 2004, aku menjadi orang yang sangat tersisih dan terkucilkan dari teman-teman karena kecacatan ini. Aku sering bermain sendiri dengan duniaku, dan keluargakulah yang paling sabar dan menerimaku apa adanya.

Belajar dari titik flashback ini, aku menjadi sedikit paham dimana letak sisi hati yang lain. Bagaimana rasanya tersisihkan, tak di anggap dan selalu larut dalam perenunganku tentang kejamnya hidup. Tak adil memang, tapi begitulah kehidupan. Aku menganggap ini sebuah kesedihan secara manusiawi iya, karena siapa sih yang mau menjadi manusia kelas 3 yang dianggap hidup tidak, mati pun tidak.

Tak lupa aku akan nasihat orang tuaku. Sebenarnya semua orang itu baik, hanya saja dia belum mengerti dan mengerti sesamanya. Semua orang menyayangi aku, hanya saja belum terlihat. Entah itu hanya gurauan yang menghiburku atau tidak, memang aku mencoba mengerti  dan menerima kehidupanku dengan penggemblengan sisi religius dibawah didikan orang tuaku dan juga kakekkku. Dengan Agama, aku belajar tentang dasar  kehdupan yang sebenarnya jujur dan adil bila kita selalu berbuat baik dan disiplin mengamalkan ilmu dan tatanan norma yang telah di syari'atkan. Shalat 5 wakt selain melatih kita untuk selalu ingat, juga melatih kedisplinan yang masih belum terkuak dalam pemikiranku waktu itu. Yang masih sekedar mengerti agama secara tersurat dalam pengamalannya.

Disinilah, kita di tempa mental kita sebagai manusia yang mempunyai raga, jiwa, akal serta hati. Tanpa disadari, banyak jaman sekarang orang yang lupa akan pendidikan karakter yang mendasari sebuah pemikiran kearifan bijak sebuah generasi. Banyak yang tertipu gemerlapnya pendidikan formal yang berijazah dan terlihat mentereng, ketimbang pendidikan dasar Agama yang sekarang sangat jarang peminatnya. Aku sendiri masih sangat merasa kurang dan membutuhkan pengupasan tentang Jalan Sebuah Keselamatan yang aku tempuh. disitu sebenarnya kita belajar secara total bagaimana menjadi manusia yang berbudi luhur, bijaksana serta adil. Menghidupkan pikiran dan juga dinamis.

Disinilah, aku mulai mengerti tentang sisi manusia yang terasa amat sangat indah dengan sesamanya dan sungguh eloknya tatanan kehidupan yang telah tersetting dari Tuhan untuk seluruh makhluk yang ada di dunia. Aku mengerti tentang hukum dan norma kehidupan dan tertanam sisi akhlaq yang memang masih terasa ego karena kedinianku dalam berpikir.

Aplikasi memanusiakan manusia kadang terkalahkan rasa emosi tak terima akan segalanya. Padahal, kalau dicermati secara utuh seharusnya pendidikan agama sudahlah cukup untuk menjadikan manusia menjadi baik. Hanya saja memang perlu wadah lain dalam memandang hidup supaya saat kita mencoba menggambar tak hanya lurus dan datar. Harus ada variasinya dengan corak yang melengkung, dan memoles warna kehidupan dengan berbagai warna agar hidup tak sekedar hambar dan hasil gambar menjadi indah.

Beriringan dengan pendidikan formal di masa TK sampai SMP aku mulai membuka pikiran dengan belajar mendengar, karena saat guru menuliskan materi pelajaran aku tidak dapat menulis karena aku tak dapat melihat apa yang tertulis dipapan tulis. Aku selalu menyalin dari teman saat pelajaran usai dan mencoba memahami sedikit demi sedikit bahasa dari apa yang disampaikan guru. Aku mendapat wawasan tentang sudut pandang yang lebih luwes dalam kesendirianku tentang kenyataan hidup yang lebih mengkedepankan sisi logika dalam pendidikan formal. dan belajar abstrak dengan sisi gambar yang aku cocokkan dengan apa yang aku ketahui dari agama. semua tampak masih kaku saat perjalanannya.


Dalam pendidikan umum ini, selain kita belajar tentang baca dan tulis ternyata kalau kita bisa menemukan rasa terbaik disetiap liku yang sering dijalani oleh kita semua, termasuk Loyalis. Pendidikan ini dibagi dalam dua kategori, Pendidikan Formal, Yaitu: Pendidikan jalur formal adalah kegiatan yang sistematis, berstruktur, bertingkat dimulai dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi dan yang setaraf dengannya; termasuk didalamnya adalah kegiatan studi yang berorientasi akademis dan umum, program spesialisasi, dan latihan profesional yang dilaksanakan dalam waktu yang terus menerus. Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi. Sedangkan pengertian pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan. Pendidikan diselenggarakan dengan memberi keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran.

Pendidikan jalur formal merupakan bagian dari pendidikan yang bertujuan untuk membentuk manusia seutuhnya sesuai dengan fitrahnya, yaitu pribadi yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, demokratis, menjunjung tinggi hak asasi manusia, menguasai ilmu pengetahuan, teknologi dan seni, memiliki kesehatan jasmani dan rohani, memiliki keterampilan hidup yang berharkat dan bermartabat, memiliki kepribadian yang mantap, mandiri, dan kreatif, serta memiliki tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan yang mampu mewujudkan kehidupan bangsa yang cerdas dan berdaya saing di era global.

Kedua, Pendidikan Non Formal, Hasil kajian Tim reformasi pendidikan dapat disimpulkan bahwa apabila pendidikan luar sekolah (pendidikan nonformal) ingin melayani, dicintai, dan dicari masyarakat, maka mereka harus berani meniru apa yang baik dari apa yang tumbuh di masyarakat dan kemudian diperkaya dengan sentuhan-sentuhan yang sistematis dengan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sesuai dengan lingkungan masyarakatnya. Strategi itulah yang perlu terus dikembangkan dan dilaksanakan oleh pendidikan luar sekolah dalam membantu menyediakan pendidikan bagi masyarakat yang karena berbagai hal tidak terlayani oleh jalur formal/sekolah. Bagi masyarakat yang tidak mampu, apa yang mereka pikirkan adalah bagaimana hidup hari ini, karena itu mereka belajar untuk kehidupan; mereka tidak mau belajar hanya untuk belajar, untuk itu masyarakat perlu didorong untuk mengembangkannya melalui Pendidikan nonformal berbasis masyarakat, yakni pendidikan nonformal dari, oleh dan untuk kepentingan masyarakat. Dan pendidikan ini yang aku dapatkan ketika aku mulai berjalan di jalan absrak, semua tergantung lapangan.

Serasa kurang mensyukuri kehidupan karena selalu melihat sisi kekuranganku dan masih memvonis sesuatu dengan sudut pandang yang masih sempit. Namun, terus saja waktu tak mengijinkanku untuk berhenti dan berpikir alangkah beruntungnya aku terlahir dengan kekuranganku dengan pertajaman sisi gejolak tentang hati.

Hingga akhirnya aku mulai memberanikan diri untuk terjun langsung ke kehidupan yang kejam dengan intuisi berkesenian dalam musik dan mulai menyenangi musik. Disinilah aku mulai melakukan hal-hal konyol tentang warna. Aku menumpahkan segala apa yang aku rasa dengan mengekspresikannya dengan riang dan khas Rock n roll menikmati kebebasan dalam hidupku yang ternyata indah, dan sekedar ingin dianggap.

Sangat berlawanan dan mendapat batu sandungan dari keluargaku karena menyalahi adat keagamaan. Tapi disini aku merasaq nyaman, aku merasa aku lebih di hargai sebagai manusia yang utuh, aku lebih dianggap sebagai manusia yang normal. karena semua tak memandang kekurangan dan menganggap semua manusia itu diciptakan dengan kekurangan dan kelebihan dengan aplikasi yang nyata dalam pergaulan, tidak hanya sekedar berucap dan wacana.

Tak lepas dari pro kontranya, pergaualan disini sangatlah bebas melawan arus dan melupakan norma yang sangat berbeda dengan ilmu agama yang aku ketahui. memang aku sadar ini. banyak teman-temanku yang terjerembab di lubang nista dengan minum-minuman keras, bermain wanita dan tentunya berbagai hal yang dianggap buruk oleh orang awam. Namun dianggap baik saat kita berkesenian. Bebas sebebas-bebasnya.

Kadang ada pertentangan dalam hati akan hal ini, serasa tidak cocok dengan apa yang selama ini aku ketahui. Alhamdulillahnya, walaupun aku berkumpul dengan orang yang doyan minum tapi selalu saja kawan dalam band menampik teman yang menawari minuman karena rasa menghormatinya dengan memberikanku cocacola sebagai ganti. ada batas memang yang memang sudah tertanam sejak aku masih usia dini. aku merasakan manfaatnya ketika aku dipertontonkan oleh Tuhan dunia dari sisi yang lain.

Tanpa aku pungkiri, dari sisi kebebasan dan penghargaan yang menganggap aku manusia yang utuh di kesenian, ada efek buruk juga akibat dari pergaulan yang membuat omonganku yang menjadi kasar, sifat ogah di atur dan juga sifat yang terlalu acak-acakan.

Nada kecil ini serasa dunia masih menertawakanku akan sebuah tanggung jawab. Meensyukuri, bersabar dalam proses dan juga penghayatan akan fungsi diri.. Dari sekelumit tentang bodohnya diri yang selalu memaki dan mencaci diri. seasa gelapnya dunia karena semua masih saja hanya melihat dari sisi kelebihan dan tidak berfokus pada pengembangan diri, aku Galau dan mencoba memflashback dari tulisan ini agar aku bisa introspeksi diri.

Pelajaran darimu Tuhan dari jatuhnya aku sebenarnya Kau menginginkanku menjadi manusia yang seutuhnya manusia, manusia yang bisa menyelaraskan pikiran dan juga hatinya. aku akan lebih berhati-hati dalam pergaulanku demi menjaga kelarutan sifat yang tak selamanya baik, dan juga menjahui segala penilaian yang kadang menjadi bumerang dalam ayunan kaki ini.

Tombo ati yang ada 5 perkara, faktor pergaulan sangat terasa dalam pembentukan karakter. Saat kita berkumpul dengan peminum, maka kita akan menjadi peminum. Saat kita berkumpul dengan para pengamen kita akan menjadi seorang pengamen dan begitu pula saat kita berkumpul dengan orang sholeh yang selalu ingat kepada Tuhan maka kita pun otomatis menjadi orang sholeh yang selalu ingat.

Keluarga juga menjadi faktor utama dalam pembentukan karakter kepribadianku yang memang kembalinya, hanya keluargalah tempat kita berbagi tanpa syarat apapun, tempat kita mencurahkan segala keluh kesah dalam diri yang sangat menggantungkan orang lain. Walaupun secara sadar aku selalu mengesampingkan keluarga, lupa akan daratanku, lupa akan asalku dan disitulah letak pendidikan yang paling utama yang menentukan kehidupan yang mengajarkan nilai sebuah arti manusia.

Tak ayal, pendidikan bukan sekedar TK, SD, SMP, SMA, Dan Perguruan Tinggi. Lebih dari itu kehidupan yan berada disekitarku adalah tempat kita mengais ilmu yang sebenarnya. Dengan melihat, mendengar, merasa, dan meraba.

Dari situlah kita belajar dan berkesenian, dengan agama pula semua menjadi seimbang dengan segala bukti yang dapat di rasiokan dan juga ada sebagian yang tidak dapat dirasiokan. Agar kita selalu ingat Fitrah kita adalah manusia dan bernyanyilah dengan hati dan segenap perasaan.


aku ingin menjadi manusia yang hakikinya manusiawi.
LihatTutupKomentar

Iklan